Wujudkan Sejuta Mimpi Anak Batas Melalui Literasi

Di wilayah perbatasan Indonesia, kehidupan anak-anak sering kali diwarnai oleh tantangan yang unik. Jauh dari gemerlap kota, mereka tumbuh dengan berbagai keterbatasan yang tak jarang menguji tekad dan semangat mereka. Kadang saya berpikir kalau saya diharuskan tinggal di daerah perbatasan, berapa lama kiranya saya akan betah di sana?

Meski begitu, di balik segala keterbatasan yang mereka miliki, ada harapan dan mimpi yang kuat dan terus memotivasi mereka untuk meraih masa depan yang lebih baik. Berbicara tentang wilayah perbatasan atau dikenal dengan istilah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal), Pulau Sebatik  adalah salah satu contoh wilayah 3T yang terletak di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Sebatik dikenal sebagai wilayah terdepan karena berbatasan langsung dengan Malaysia di Kalimantan Utara. Banyak jalan di Sebatik yang masih berlumpur dan belum beraspal, terutama di desa-desa terpencil, mata pencarian warga Sebatik mayoritas berprofesi sebagai petani dan nelayan. Namun akses untuk memasarkan hasil mereka sangat terbatas karena terkendala transportasi

Dari segi pendidikan Pulau Sebatik masih jauh dari kata "memadai" Pulau ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam ketersediaan fasilitas, jumlah tenaga pengajar, dan akses ke sumber daya pendidikan. Sekolah-sekolah di sana sering kekurangan infrastruktur yang layak, seperti ruang kelas yang memadai, laboratorium, serta buku dan alat pembelajaran yang lengkap

Selain itu, jumlah guru di Sebatik masih kurang, terutama untuk mata pelajaran tertentu. Beberapa guru harus mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus karena kekurangan staf, yang mempengaruhi kualitas pengajaran

Akses ke pendidikan juga terbatas oleh kondisi geografis. Banyak anak yang harus berjalan jauh atau melalui medan sulit untuk mencapai sekolah, sehingga beberapa dari mereka kesulitan untuk bersekolah secara rutin. Hal ini diperburuk oleh keterbatasan akses internet dan teknologi, sehingga pembelajaran digital atau daring sulit dijalankan

Suprianto Haseng (source: Instagram @suprianto_haseng)

Meski begitu, upaya untuk meningkatkan pendidikan di Pulau Sebatik terus dilakukan oleh pemerintah dan berbagai organisasi. Salah satunya adalah Suprianto Haseng, putra Sebatik yang sangat beruntung bisa berkuliah di Ibu Kota Jakarta. Mengingat anak-anak di Sebatik masih banyak yang buta huruf 


Membuka Literasi Baca Anak Pulau Sebatik Lewat Gerakan SEJUMI (Sejuta Mimpi Anak Batas)


Berkat rasa prihatin akan tingkat literasi dan pendidikan di sekitarnya, Suprianto membentuk komunitas SEJUMI. Komunitas ini bergerak mengumpulkan buku-buku dari para donatur untuk nantinya dibawa untuk disebarkan ke berbagai wilayah di pulau Sebatik, agar bisa membawa buku-buku donasi tersenut, Suprianto Haseng bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia untuk mendiskusikan nya. Selain itu SEJUMI juga membuat perpustakaan keliling yang bergerak ke berbagai desa di pulau Sebatik. yang memiliki tujuan untuk menghampiri anak-anak agar lebih mudah termotivasi membaca buku. Dengan adanya konsep pustaka keliling ini juga menjadi sarana untuk merangsang minat baca dan tingkat literasi bagi anak-anak di wilayah terpencil

source Instagram @gerakan_sejumi

Tidak sampai disitu, Suprianto Haseng dan teman-temannya juga membuka rumah baca yang diberi nama Rumah Baca Teras Perbatasan yang bukan hanya menampung buku-buku hasil donasi, juga untuk menampung anak-anak yang ingin membaca buku-buku tersebut. Di Rumah Baca Teras Perbatasan, banyak kegiatan yang dilakukan diantaranya ada MTQ dan berbagai games yang dibuat oleh para relawan

source Instagram @rumbatarsan

Berkat semangat dan kegigihannya tersebut Suprianto Haseng mendapatkan SATU Indonesia Awards pada tahun 2023 lalu. Semoga dengan kegigihannya anak-anak di Pulau Sebatik, kelak dapat meraih mimpi-mimpi nya dan infrastruktur di wilayah 3T makin membaik 

Komentar

Postingan Populer